Google Translate

Jumat, 24 Juni 2016

Patung Herman Fernandes Larantuka

POS KUPANG.COM---SETELAH berhasil memulangkan tongkat Pangeran Diponegoro dari Belanda, pemerintah Indonesia kini membidik dua lagi situs kekayaan budaya yang ada di luar negeri. Patung Perunggu Ibu Menyusui dan Tengkorak Asmat yang ada di Australia sedang diupayakan untuk dipulangkan ke Indonesia.
Dirjen Kebudayaan, Kacung Maridjan, mengatakan, patung bersejarah berbentuk ibu menyusui asal Larantuka, Flores, Nusa Tenggara Timur, yang konon dipercaya bisa menurunkan hujan dan Tengkorak Suko Asmat itu sudah berada dalam kuasa pemerintah Australia dan dipajang di koleksi Galeri Nasional Australia.
"Sekarang kami sedang melakukan penelitian dan penjajakan agar dua situs benda sejarah itu bisa dikembalikan ke Indonesia," katanya, Jumat (13/2/2015) di Surabaya.
Patung perunggu figur seorang perempuan yang menenun sambil menyusui bayinya itu hilang misterius pada 1977 hingga akhirnya diketahui berada di tangan kolektor Swiss. Tahun 2006, Galeri Nasional Australia membelinya dengan harga 4 juta dollar AS.
Kacung berharap, proses pengembalian situs budaya itu segera dapat dilakukan mengingat Indonesia dan Australia pernah terlibat dalam kerjasama budaya. "Perjanjian kerjasama pernah kita buat, tinggal nanti dibuktikan pelaksanaannya," ujar Kacung.
Sebelumnya, pemerintah Indonesia berhasil memulangkan tongkat pahlawan Nasional Diponegoro dari Belanda. Situs sejarah perjuangan itu sudah 181 tahun disimpan salah satu keluarga keturunan Gubernur Jenderal Hindia Belanda Jean Chretien Baud.
Cerita perjalanan patung perunggu dari Larantuka hingga sampai ke Galeri Nasional Australia panjang sekaligus belum diketahui runutannya secara pasti. Diyakini, patung sempat berpindah ke banyak tangan.
sumber : http://kupang.tribunnews.com/2015/02/19/patung-asal-larantuka-ini-dipercaya-bisa-turunkan-hujan

UMM Malang

Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) adalah perguruan tinggi swasta terakreditasi "A" dengan Nomor SK: 074/SK/BAN-PT/Ak-IV/PT/II/2013, yang berpusat di kampus III terpadu Universitas Muhammadiyah Malang, Jalan Raya Tlogomas 246 Kota MalangJawa TimurUniversitas yang berdiri pada tahun 1964 ini berinduk pada organisasi Muhammadiyah dan merupakan perguruan tinggi Muhammadiyah terbesar di Jawa Timur. UMM termasuk dalam jajaran PTS terkemuka di Indonesia. Oleh karena didominasi warna dinding putih, UMM sering disebut sebagai kampus putih
UMM merupakan salah satu universitas yang tumbuh cepat, sehingga oleh PP Muhammadiyah diberi amanat sebagai perguruan tinggi pembina untuk seluruh PTM (Perguruan Tinggi Muhammadiyah) wilayah Indonesia Timur. Program-program yang didisain dengan cermat menjadikan UMM sebagai "The Real University", yaitu universitas yang benar-benar universitas dalam artian sebagai institusi pendidikan tinggi yang selalu komit dalam mengembangkan Tri Darma Perguruan Tinggi
Pada sekarang ini Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) menempati 3 lokasi kampus, yaitu kampus I di Jalan Bandung 1, kampus II di Jalan Bendungan Sutami 188 A dan kampus III di Jalan Raya Tlogomas 246. Kampus satu yang merupakan cikal bakalUMM, dan sekarang ini dikonsentrasikan untuk program Pasca Sarjana. Sedangkan kampus II yang dulu merupakan pusat kegiatan utama , sekarang di konsentrasikan sebagai kampus Fakultas Kedokteran dan Fakultas Ilmu Kesehatan. Sedangkan kampus III sebagai kampus terpadu dijadikan sebagai pusat sari seluruh aktivitas

Sumber : https://id.wikipedia.org/wiki/Universitas_Muhammadiyah_Malang

FISIP UMM (Fakultas Ilmu Sosial dan Politik)

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Muhammadiyah Malang  pada awalnya bernama Fakultas Kesejahteraan Sosial didirikan pada tanggal 11 Juli  tahun 1968 sebagai afilial dari Fakultas Kesejahteraan Sosial Universitas Muhammadiyah Jakarta. Dua tahun kemudian  (1970) berubah menjadi Fakultas Ilmu Sosial (FIS), dan sekaligus mulai berdiri sendiri lepas dari Universitas Muhammadiyah Jakarta. Saat itu FIS baru mengembangkan satu jurusan yaitu Jurusan Ilmu Kesejahteraan Sosial dengan status terdaftar, berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor: 022/A/I/1975 tertanggal 16 April 1975 dengan fasilitas kampus yang berada di Jl. Bandung No.1 Malang.  Jurusan Ilmu Kesejahteraan Sosial terus berkembang dan memperoleh kepercayaan dari masyarakat, sehingga pemerintah lewat Departemen Pendidikan dan Kebudayaan pada tanggal 10 Mei 1982 mengeluarkan Surat Keputusan Nomor: 0168/0/1982, meningkatkan status dari terdaftar menjadi diakui. Tiga tahun kemudian pada tanggal   yang sama, jurusan pertama di FISIP UMM ini statusnya sudah disamakan, berdasarkan Surat Keputusan Nomor: 0257/0/1985.
Sejak tahun 1985 tersebut, Fakultas Ilmu Sosial (FIS) berubah menjadi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) dengan menambah dua jurusan yaitu Ilmu Pemerintahan dan Ilmu Komunikasi. Kedua jurusan ini pada tahun 1986 memperoleh status terdaftar. Sedangkan untuk status diakui dicapai oleh jurusan Ilmu Pemeintahan pada tahun 1990, disusul kemudian tahun 1993 oleh jurusan Ilmu Komunikasi. Peningkatan status diperoleh jurusan Ilmu Pemerintahan pada tahun 1993 menjadi disamakan dan Jurusan Ilmu Komunikasi pada tahun 1995. Tahun 2008 Jurusan Ilmu Kesejahteraan Sosial Terakreditasi B dengan Surat Keputusan BAN-PT Nomor:  018/BAN-PT/Ak-XI/S1/VIII2008, Jurusan Ilmu Komunikasi Terakreditasi A dengan Surat Keputusan BAN-PT Nomor:  022/BAN-PT/Ak-X/S1/IX/2007, Jurusan Ilmu Pemerintahan Terakreditasi B dengan Surat Keputusan BAN-PT Nomor:  012/BAN-PT/Ak-X/S1/VI/2007,
Pada tahun 1998 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Malang  membuka Jurusan Ilmu Sosiologi dengan konsentrasi pada Sosiologi Industri dengan status terdaftar Surat Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor: 445/DIKTI/Kep/1998. Pada tahun 2007 Jurusan Ilmu Sosiologi mencapai Status Terakreditasi B berdasarkan Surat Keputusan BAN-PT Nomor: 015/BAN-PT/Ak-X/S1/VII/2007.
Pada tahun 2004 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Malang  menambah Jurusan Ilmu Hubungan Internasional berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor: 467/D/T/2004 yang penyelenggaraannya dilaksanakan pada tahun akademik 2005/2006 dan memperoleh Perpanjangan Ijin Penyelenggaraan dengan Surat Ditjend DIKTI No.3197/D/T/2007, kemudian Terakreditasi pada tahun 2008 dengan Surat Keputusan BAN-PT No.032/BAN-PT/Ak-XI/S1/XII/2008.

sumber : http://www.umm.ac.id/id/page/010303/ilmu-sosial-dan-politik.html

Tradi Tangkap Paus di Lamakera dan Lamarerra

Lamalera terletak di pantai selatan Pulau Lembata Provinsi Nusa Tenggara Timur. Saat ini Pulau lembata sudah menjadi kabupaten sendiri yang sebelumnya gabung dengan Kabupaten Flores Timur. Di hadapannya terbentang laut sawu yang cukup ganas. Sudah sejak dulu masyarakat Lamalera terkenal sebagai masyarakat nelayan, dan penangkap ikan paus secara tradisional. Secara administratif desa Lamalera berada di wilayah Kecamatan Wulandoni, di perkampungan tersebut lamalera terbagi menjadi dua desa yaitu Desa Lamalera A dan Desa Lamalera B dengan jumlah penduduk kurang lebih 2.000 jiwa.

Dulunya kampung Lamalera merupakan kampung terpencil, terisolasi dan jauh dari keramaian, saat ini sudah mulai ada pembangunan PLN dan pembuatan jalan aspal untuk memudahkan alat tranportasi. Kampung-kampung Lamalera pun dibangun di atas batu cadas dan karang tepat di kaki atau di lereng bukit atau gunung. Desa Lamalera dengan panorama alam pegunungan yang sedikit gersang serta deruhnya ombak pantai selatan, topografinnya yang bergunung-gunung dan bebatuan dan disertai dengan kemiringan yang cukup terjal yang menantang hidup dan kehidupan orang Lamalera.

Sepertinya sangat tidak wajar nelayan bila masyarakat desa Lamalera lebih memilih berburu ikan-ikan besar yang sebenarnya adalah termasuk ke dalam jenis-jenis 'Mamalia Laut' (Cetacean) yang besar dan sangat beresiko tinggi bila dibandingkan menangkap ikan lainnya, tapi itulah kenyataan yang terjadi dengan kondisi alam, topografi, serta bekal kemampuan yang digariskan secara turun menurun oleh nenek moyang mereka. Sehingga membuat mereka terbisa dan pasrah akan bahaya yang selalu dihadapi untuk menyambung hidup dengan berburu paus.

Sebelum musim berburu, desa Lamalera memiliki tradisi atau budaya penangkapan paus yang setiap tahunnya diadakan uipacara adat sekaligus misa untuk memohon berkah dari sang leluhur serta mengenang para arwah nenek moyang mereka yang gugur di medan bahari bergelut dengan sang paus. Upacara dan Misa atau biasa di sebut lefa dilaksanakan setiap tanggal 1 Mei.

Secara resminya penangkapan ikan paus terjadi pada bulan Mei-November, namun tak jarang juga bulan Desember-April nelayan lamalera tetap melakukan penangkapan paus ketika paus tersebut melewati perairan laut Sawu. Hal ini bukan bearti melanggar adat yang sudah di tetapkan, di mana pada bulan-bulan tersebut orang Lamalera menamakan bulan perburuan atau yang disebut dengan baleo.

Musim Lefa ini merupakan waktu khusus untuk melaut, serta berburu ikan paus dan ikan -ikan besar kainnya seperti lumba-lumba, hiu, pari. Di saat musim inilah masyarakat Lamalera beramai-ramai pergi melaut. Menurut mereka di musim-musim inilah ikan-ikan besar sering muncul dan bermain menampakan dirinya di permukaan Laut Sawu.

Masyarakat Lamalera pada prinsipnya untuk berburu menggunakan cara tradisional, untuk menangkap Paus atau biasa disebut Kotoklema (Sperm Whale/Physeter macrocephalus) menggualakan perahu layar yang menurut bahasa daerah Lamalera disebut peledang. Perahu layar tersebut dilengkapai dengan alat tikam/harpun tangan yang disebut tempuling, tali panjang (tali leo), yang ikatkan pada mata tombak (tempuling), dan ditambah bambu sepanjang 4 meter sebagai alat bantu tikam. Dalam satu peledang biasanya di muati oleh 7 Crew dan orang yang khusus memegang peranan dalam menikam paus adalah juru tikam yang disebut balafaing (lamafa).

Peledang didisain tanpa ada penutup agar para awak kapal dapat memantau ikan yang muncul kepermukaan. Setelah sudah terlihat maka peledadang akan mendekati ikan tersebut dan juru tikam angkat tempuling dan siap untuk menancapkan tempuling tersebut tepat kebagian jantung paus tersebut, biasanya tiakaman sampai 4 kali atau bahkan lebih. Ketika tikaman pertama ini merupakan saat–saat yang paling berbahaya bagi para awak peledang karena paus akan berontak dan mengamuk, tak jarang perahu peledang akan di bawa oleh paus ke dalam laut atau terbalik balik bahkan dihancurkan oleh oleh kepala atau ekor paus.

Setelah paus sudah mulai lemah dan tidak berdaya lagi untuk lebih mempercepat kematian maka ada bagian yang di robek oleh pisau tajam agar darah cepat keluar dan paus tersebut cepat mati. Setelah terlihat mati maka paus tersebut di tarik/ditonda oleh perahu - perahu tersebut sampai kepantai lamalera, dan siap untuk dipotong dan dibagi-bagi. Pembagian daging paus sudah ditentukan sejak jaman nenek moyang mereka.

Semua bagian paus adalah penting dan terpakai semua antara lain adalah daging, kulit, lemak, darah, dan tulang. Ketika ada satu ekor paus ditikam maka semua masyarakat Lamalera akan mendapatkan jatah semua, walaupun tidak ikut kelaut, karena bisa dibarter dengan ikan lain atau hasil bumi.

sumber : http://indonesiaindonesia.com/f/91282-tradisi-menangkap-ikan-paus-lamalera-and/

Pulau Bernama Singo Edan Di NTT

SURYAMALANG.COM, SURYA - Komandan Lantamal 7 Brigjen Mar Siswoyo di Nusa Tenggara Timur, yang nota bene Arek Malang, mengatakan, banyak pulau yang masih belum ada nama di Nusa Tenggara Timur (NTT) dan sangat rentan terhadap pencaplokan negara tetangga, seperti Timor Timur dan Australia.
Ia menyatakan, pihaknya sudah memetakan pulau-pulau tersebut. Sambil bercanda Kadispenda Kota Malang sekaligus pentolan D'Kross Comunity, Ade Herawanto, ia berencaba memberi nama salah satu pulau tersebut dengan nama Singo Edan atau Arema atau Ongisnade.
"Dan melalui SMS kepada saya pada tanggal 12 Mei, beliau mengabarkan jika Gubernur NTT akan menandatangani Skep tertanggal 13 Mei 2016 menyetujui pulau yang terletak di koordinat terluar garis pantai Indonesia Timur tersebut Sebagai Pulau dengan Nama Singo Edan," kata Ade, dalam siaran pers terulis kepada SURYAMALANG.COM, Sabtu (14/5/2016).
"Singo Edan ada di garis depan NKRI, ini sebuah momen bersejarah, ini membuktikan jika Arema ada dimana-mana," jelasnya.
Hari ini, Ade ikut hadir di sana sebagai salah satu undangan dari perwakilan Tokoh Arema.
"Kami akan memenuhi undangan tersebut, karena memang sangat bersejarah nama Singo Edan abadi sebagai nama Pulau," pungkasnya.
sumber : http://suryamalang.tribunnews.com/2016/05/14/ada-pulau-singo-edan-di-ntt-ini-bukti-bahwa-arema-ada-di-mana-mana

Wisata Danau Tiga Warna Kelimutu

Danau Kelimutu adalah danau kawah yang terletak di puncak Gunung Kelimutu (gunung berapi) yang terletak di Pulau Flores, Provinsi NTT, Indonesia. Lokasi gunung ini tepatnya di Desa Pemo, Kecamatan Kelimutu, Kabupaten Ende.

Danau Kelimutu
Danau ini dikenal dengan nama Danau Tiga Warna karena memiliki tiga warna yang berbeda, yaitu merah, biru, dan putih. Walaupun begitu, warna-warna tersebut selalu berubah-ubah seiring dengan perjalanan waktu. Danau ini berada di ketinggian 1.631 meter dari permukaan laut.
Kelimutu merupakan gabungan kata dari “keli” yang berarti gunung dan kata “mutu” yang berarti mendidih. Menurut kepercayaan penduduk setempat, warna-warna pada danau Kelimutu memiliki arti masing-masing dan memiliki kekuatan alam yang sangat dahsyat.
Danau atau Tiwu Kelimutu di bagi atas tiga bagian yang sesuai dengan warna – warna yang ada di dalam danau. Danau berwarna biru atau “Tiwu Nuwa Muri Koo Fai” merupakan tempat berkumpulnya jiwa-jiwa muda-mudi yang telah meninggal. Danau yang berwarna merah atau “Tiwu Ata Polo” merupakan tempat berkumpulnya jiwa-jiwa orang yang telah meninggal dan selama ia hidup selalu melakukan kejahatan/tenung. Sedangkan danau berwarna putih atau “Tiwu Ata Mbupu” merupakan tempat berkumpulnya jiwa-jiwa orang tua yang telah meninggal.
Luas ketiga danau itu sekitar 1.051.000 meter persegi dengan volume air 1.292 juta meter kubik. Batas antar danau adalah dinding batu sempit yang mudah longsor. Dinding ini sangat terjal dengan sudut kemiringan 70 derajat. Ketinggian dinding danau berkisar antara 50 sampai 150 meter.
Awal mulanya daerah ini diketemukan oleh Van Such Telen, warga negara Belanda, tahun 1915. Keindahannya dikenal luas setelah Y. Bouman melukiskan dalam tulisannya tahun 1929. Sejak saat itu wisatawan asing mulai datang menikmati danau yang dikenal angker bagi masyarakat setempat. Mereka yang datang bukan hanya pencinta keindahan, tetapi juga peneliti yang ingin tahu kejadian alam yang amat langka itu.

Kawasan Konservasi Alam Nasional
Kawasan Kelimutu telah ditetapkan menjadi Kawasan Konservasi Alam Nasional sejak 26 Februari 1992.
Jenis hutan
  • Hutan Dipterokarp Bukit adalah kawasan hutan yang terdapat di ketinggian antara 300 – 750 meter.
  • Hutan Dipterokarp Bukit 300 – 750 meter
  • Hutan Dipterokarp Atas ketinggian 750 – 1.200 meter
  • Hutan Montane 1,200 – 1.500 meter
  • Hutan Ericaceous > 1.500 meter
Beberapa flora yang dapat ditemui di sekitar danau antara lain Kesambi (Schleichera oleosa), Cemara (Casuarina equisetifolia) dan bunga abadi Edelweiss. Sedangkan fauna yang ada di sekitar danau, antara lain Rusa (Cervus timorensis), Babi hutan (Sus sp.), Ayam hutan (Gallus gallus) dan Elang (Elanus sp.)
Danau Kelimutu yang terletak di puncak Gunung Kelimutu ini masuk dalam rangkaian Taman Nasional Kelimutu.
Danau Kelimutu mempunyai tiga kubangan raksasa. Masing-masing kubangan mempunyai warna air yang selalu berubah tiap tahunnya. Air di salah satu tiga kubangan berwarna merah dan dapat menjadi hijau tua serta merah hati; di kubangan lainnya berwarna hijau tua menjadi hijau muda; dan di kubangan ketiga berwarna coklat kehitaman menjadi biru langit.
Secara adminitratif, Danau Kelimutu berada pada 3 kecamatan, yakni Kecamatan Detsuko, Kecamatan Wolowaru dan Kecamatan Ndona, ketiganya berada di bawah naungan Kabupaten Dati II Ende, Propinsi Nusa Tenggara Timur.
Akses ke Kawasan ini yaitu dari ibukota Propinsi NTT, yakni Kupang, menggunakan pesawat menuju kota Ende, di Pulau Flores, dengan waktu tempuh mencapai 40 menit. kemudian perjalanan dilanjutkan dengan menggunakan angkutan umum berupa mini bus, menuju Desa Kaonara, yang berjarak 93 km, dengan waktu tempuh sekitar 3 jam. Dari Desa Koanara menuju Puncak Danau Kelimutu, berjalan sepanjang 2,5 km.
Sebagai salah satu objek wisata andalan , maka akomodasi di sekitar danau cukup diperhatikan. Di sekitar danau terdapat pondok jaga, shelter berteduh untuk pengunjung, MCK, kapasitas lahan parkir , serta beberapa losmen kecil . (Sumber: http://www.wisatamelayu.com)

Wisata Pulau Komodo

Pulau Komodo terletak di Kepulauan Nusa Tenggara. Pulau Komodo dikenal sebagai habitat asli hewan komodo. Pulau ini juga merupakan kawasan Taman Nasional Komodo . Pulau Komodo berada di sebelah barat Pulau Sumbawa, yang dipisahkan oleh Selat Sape, termasuk wilayah Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur, Indonesia. Pulau Komodo merupakan ujung paling barat Provinsi Nusa Tenggara Timur, berbatasan dengan Provinsi Nusa Tenggara Barat.
Pulau Komodo, tempat hewan komodo hidup dan berkembang biak dengan baik. Hingga Agustus 2009, di pulau ini terdapat sekitar 1300 ekor komodo. Ditambah dengan pulau lain, seperti Pulau Rinca dan dan Pulau Gili Motang, jumlah keseluruhan mencapai sekitar 2500 ekor. diperkirakan sekitar 100 ekor komodo di Cagar Alam Wae Wuul di daratan Pulau Flores tapi tidak termasuk wilayah Taman Nasional Komodo.
Selain komodo, pulau ini juga menyimpan eksotisme flora yang beragam, pohon kayu sepang yang oleh warga sekitar digunakan sebagi obat dan bahan pewarna pakaian, pohon nitak (sterculia oblongata) ini di yakini berguna sebagai obat dan bijinya gurih dan enak seperti kacang polong
Pulau Komodo  sangat mengesankan , menelusuri pulau yang eksotis, menyelami birunya laut, dan bermandikan cahaya mentari sambil melihat jejak-jejak kehidupan masa lalu yang terpelihara dan akan  menjadi bagian dari ragam keindahan Indonesia.
Taman Nasional KomodoMeliputi Pulau Komodo, Rinca and Padar, ditambah pulau-pulau lain seluas 1.817 persegi adalah habitat asli komodo.
Taman Nasional Komodo didirikan pada 1980 untuk melindungi kelestarian komodo. Tak hanya hewan langka tersebut, Taman Nasional Komodo juga untuk melindungi berbagai macam tumbuh-tumbuhan dan satwa, termasuk binatang-binatang laut.
UNESCO mengakui sebagai Situs Warisan Dunia pada 1986. Bersama dua pulau besar lainnya, yakni Pulau Rinca dan Padar, Pulau Komodo dan beberapa pulau kecil di sekitarnya terus dipelihara sebagai habitat asli reptil yang dijuluki “Komodo”.

SejarahKomodo yang dijuluki Komodo dragon atau Varanus Komodoensis atau nama lokal “Ora”, kadal raksasa ini menurut cerita dipublikasikan pertama kali pada tahun 1912 di harian nasional Hindia Belanda. Peter A. Ouwens, direktur Museum Zoologi di Bogor adalah orang yang telah mengenalkan komodo kepada dunia lewat papernya itu. Semenjak itu, ekspedisi dan penelitian terhadap spesies langka ini terus dilakukan, bahkan dikabarkan sempat menginspirasi Film KingKong di tahun 1933. Menyadari perlunya perlindungan terhadap Komodo di tengah aktivitas manusia di habitat aslinya itu, pada tahun 1915 Pemerintah Belanda mengeluarkan larangan perburuan dan pembunuhan komodo.
Pulau Komodo masuk 28 finalis yang dipilih oleh sebuah panel ahli dari 77 nominasi. Sebelumnya ada 261 lokasi di dunia yang dicalonkan menjadi salah satu dari tujuh keajaiban dunia.
Pulau Komodo, yang jadi andalan Indonesia dalam ajang New7Wonders of Nature punya keunggulan di banding lokasi-lokasi lainnya, apalagi kalau bukan komodo, satwa langka yang dipercaya sebagai ‘dinosaurus terakhir di muka bumi’.
Kampanye ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan mengenai alam, tak hanya yang ada di lingkungan kita tapi juga di seluruh dunia. serta didedikasikan untuk generasi di masa depan.
 
Komodo yang dikenal dengan nama ilmiah Varanus komodoensis adalah spesies kadal terbesar di dunia yang hidup di pulau Komodo, Rinca, Flores, Gili Motang, dan Gili Dasami di Nusa Tenggara. Oleh penduduk setempat, komodo kerap disebut Ora.
Termasuk anggota famili biawak Varanidae, dan klad Toxicofera, komodo merupakan kadal terbesar di dunia, dengan rata-rata panjang 2-3 m. Ukurannya yang besar ini berhubungan dengan gejala gigantisme pulau, yakni kecenderungan meraksasanya tubuh hewan-hewan tertentu yang hidup di pulau kecil terkait dengan tidak adanya mamalia karnivora di pulau tempat hidup komodo, dan laju metabolisme komodo yang kecil. Karena besar tubuhnya, kadal ini menduduki posisi predator puncak yang mendominasi ekosistem tempatnya hidup.
Komodo ditemukan pada 1910. Tubuhnya yang besar dan reputasinya yang mengerikan membuat mereka populer di kebun binatang. Habitat komodo di alam bebas telah menyusut dan karenanya IUCN memasukkan komodo sebagai spesies yang rentan terhadap kepunahan. Biawak besar ini kini dilindungi di bawah peraturan pemerintah Indonesia dan sebuah taman nasional didirikan untuk melindungi mereka.
 
Sebenarnya daya tarik Taman Nasional Komodo tidak semata-mata oleh kehadiran Komodo belaka. Seperti yang saya kutip dari situs resmi Kementerian Kehutanan yang mengelola situs Taman Nasional Komodo ini, panorama savana dan pemandangan bawah laut merupakan daya tarik pendukung yang potensial. Wisata bahari misalnya, memancing, snorkeling, diving, kano, bersampan. Sedangkan di daratan, potensi wisata alam yang bisa dilakukan adalah pengamatan satwa, hiking, dan camping. Mengunjungi Taman Nasional Komodo dan menikmati pemandangan alam yang sangat menawan merupakan pengalaman yang tidak akan pernah terlupakan.

WIsata Kuliner Sengkaling

Kali ini saya akan membuat blog tentang taman wisata sengkaling dan sengkaling kuliner yang berada di  Jl. Raya Mulyoagung No. 188, Kecamatan Dau, Kabupaten Malang, atau berjarak sekitar 10 km dari pusat Kota Malang,
T.R SENGKALING
Ketua Umum PP Muhammadiyah, Prof Dr HM Dien Syamsuddin, MA dijadwalkan meresmikan Taman Sengkaling UMM (UMM Sengkaling Park), Sabtu (28/2) malam ini. Peresmian dilangsungkan di taman romantis yang terletak di halaman dalam Taman Sengkaling. Selain Din, UMM juga mengundang antara lain Wakil Gubernur Jatim Syaifullah Yusuf, Bupati Malang Rendra Kresna, pimpinan Muhammadiyah dan Aisyiyah se-Malang Raya serta pejabat struktural UMM dan jajaran manajer Taman Sengkaling.
Pembantu Rektor II UMM, Fauzan, MPd, menerangkan sejak diakuisisi oleh UMM tahun 2013 lalu, tempat wisata ini bernama Taman Rekreasi Sengkaling (TRS). Pengesahan oleh Kementerian Hukum dan HAM diperoleh UMM Desember tahun lalu melalui surat keputusan nomor AHU-0131535.40.80.2014. Setelah secara resmi 100% menjadi milik UMM, kini dilakukan rebrandingdengan nama Taman Sengkaling UMM. Nama ini mengingatkan pada unit bisnis lain yang dimiliki seperti UMM Inn, UMM Dome, UMM Hospital, UMM Bookstore dan UMM Farm.
“Ini tidak sekedar re-branding, karena kita tetap membangun citra Sengkaling sebagai destinasi wisata legendaris serta tetap mempertahankan manajemen yang sudah ada,” ungkapnya.
Meski demikian, tambah Fauzan, sentuhan baru dan modern tetap dilakukan agar terjadi penyegaran suasana. Beberapa sentuhan baru itu antara lain menambah satu area untuk wisata kuliner Sengkaling Food Festival (SFF), menambah area parkir, merenovasi auditorium dan berbagai taman, serta memperindah beberapa sudut yang sudah mulai usang. Hingga kini angka kunjungan ke tujuan wisata ini terus meningkat dari waktu ke waktu.
“Ke depan Taman Sengkaling ini akan kita kembangkan menjadi area terpadu untuk wisata edukatif, yang terintegrasi dengan kampus dengan berbagai fasilitasnya, termasuk beberapa laboratorium,” tambah Fauzan. Saat ini jalan tembus dari UMM ke Sengkaling lewat belakang sedang dalam pengerjaan.


SENGKALING KULINER
Sengkaling Food Festival ( SFF ) merupakan ikon wisata baru di Malang, yang dibangun di kawasan Taman Rekreasi Sengkaling ( TRS ). Konsep penggabungan Wisata Kuliner dengan Taman Rekreasi, didukung pengaturan Site Plan , Desain Gedung , Penataan Outlet dan Lighting System yang mumpuni sehingga memberi kesan sensasional yang tak akan terlupakan. SFF menempati areal seluas 3 hektar di depan TRS, lokasi yang sangat strategis terletak di jalan raya antara Malang – Batu , dekat dengan beberapa Perguruan Tinggi terkenal antara lain ; Universitas Muhammadiyah Malang , Universitas Islam Malang , Universitas Brawijaya dan UIN Maulana Malik Ibrahim. Didukung dengan areal parkir SFF yang sangat luas , dengan sistem pengelolaan parkir yang baik , mampu menampung ratusan kendaraan , sehingga diharapkan dapat  memberikan rasa aman dan nyaman bagi pengunjung SFF. Sebagai pusat kuliner terbesar di Jawa Timur , SFF menyediakan ratusan tenant yang menyajikan beragam menu berkualitas dengan harga yang terjangkau bagi semua kalangan , mulai keluarga , pelajar dan mahasiswa , pelajar dan para wisatawan. Selain kuliner , SFF juga menyediakan tenant yang menjual makanan / minuman khas Malang yang dapat dijadikan oleh – oleh , serta terdapat butik yang menjual pakaian bermerek dan berkualitas . SFF sangat tepat sebagai tempat hang out , meeting point, kongkow dan kumpul dengan keluarga , teman maupun kolega. SFF buka setiap hari mulai pukul 16.00 s/d 23.00 WIB , kecuali hari Sabtu dan Minggu SFF buka mulai pukul 12.00 s/d 23.00 WIB. Soft Opening SFF telah dilaksanakan pada tanggal 15 Juli 2014 , animo masyarakat / pengunjung dengan dibukanya SFF sangat bagus diluar perkiraan dari Pengelola , meskipun masih dalam masa Soft Opening. Grand Opening SFF direncanakan dalam bulan Agustus – September 2014 dan akan dimeriahkan oleh Artis Terkenal dari Ibukota. Tujuan TRS menyelenggaran SFF antara lain adalah untuk mengubah imagemasyarakat luas bahwa TRS / Taman Rekreasi Sengkaling sedang dan akan selalu berubah seiring dengan perkembangan pariwisata di Malang. TRS akan bertransformasi berubah menjadi taman rekreasi yang moderen , yang akan kembali menjadi tempat tujuan utama para wisatawan Malang dan Jawa Timur. Grand Designdan Masterplan TRS yang baru sudah selesai dibuat , hasil karya arsitek ternama . Tahap awal dari Masterplan ini yaitu SFF, sudah mulai direalisasikan sebagai wujud komitmen TRS menjawab kebutuhan masyarakat / wisatawan dan tantangan jaman.

sumber : http://dendyrey21.student.umm.ac.id/2016/06/24/taman-rekreasi-sengkaling-dan-sengkaling-kuliner/#

Benteng Protugis Di Lohayong Solor



BONGKAHAN beton berusia 500-an tahun berserakan di tebing sampai bergelantungan di bibir pantai, mengisyaratkan ketidakpedulian pemerintah dan masyarakat sekitar terhadap benteng yang dibangun Portugis pada 1555-1603 itu. Misi Katolik Portugis di daratan Flores dan sekitarnya berawal dari benteng itu. Benteng itu disebut ”Port Henricus XVII”, merupakan bagian dari ziarah religius ”Semana Santa” di Larantuka, Flores Timur, Nusa Tenggara Timur
Benteng terletak sekitar 20 meter dari bibir pantai di ujung barat Desa Lohayong, Flores Timur, dengan ketinggian sekitar 50 meter di atas permukaan laut (mdpl). Dari bekas reruntuhan benteng dapat dipantau secara jelas kapal dan perahu layar yang melintas di Selat Solor, antara Pulau Solor dan Pulau Adonara, Flores Timur.
Sebuah meriam peninggalan Portugis yang tertutup semak belukar tergeletak persis di tepi tebing dengan moncong mengarah Selat Solor, yang biasa dilalui kapal-kapal asing zaman dulu. Meriam yang lain mengarah ke timur dan barat. Di bagian barat benteng itu tumbuh sebuah pohon beringin dengan akar bergelantungan.
Nie Kolin (81), penutur lisan sejarah Solor di Desa Kawatung, pekan lalu, mengatakan, sampai 1850-an, kawasan benteng Portugis itu disebut kota. Sebab, waktu itu hanya wilayah itu yang memiliki fasilitas permukiman yang cukup lengkap dengan pelabuhan laut yang masih layak disinggahi kapal atau perahu. Semuanya dibangun Portugis.
Pelabuhan itu digunakan saudagar Portugis untuk mengangkut kayu cendana dan gaharu dari Pulau Solor. Setiap bulan sebuah perahu mendarat di pelabuhan itu. Kayu itu diperoleh dari hutan sekitar.
Penduduk lokal masih primitif, percaya akan hal-hal mitis-magis. Mereka tidak mudah menerima ajaran baru yang diajarkan Portugis. Mereka pun tidak berani menempati pantai itu karena takut terhadap serangan musuh. Zaman itu kehidupan suku-suku saling serang. Mereka membangun permukiman di bukit atau ketinggian agar tidak mudah dijangkau musuh.
Nelayan dari luar
Tahun 1870-an, Lohayong diduduki nelayan dari luar. Mereka memanfaatkan sebuah pelabuhan yang ditinggalkan Portugis yang masih tampak layak untuk pendaratan perahu dan hasil tangkapan.
”Cerita ini diceritakan oleh ayah yang mendapat cerita dari kakek. Tentu kakek juga mendapat cerita dari moyang dan seterusnya. Ada tujuh atau delapan turunan dari suku Kolin yang memiliki cerita ini,” kata Nie.
Penduduk asli Solor memiliki marga (suku), antara lain, Kolin, Herin, Hayon, Tukan, Kaha, dan Kroon. Kini, mereka menyebar di seluruh daratan Pulau Solor dan di luar Solor, seperti Pulau Adonara, Lembata, dan daratan Flores. Suku Kolin sebagai pemegang sabda, ajaran, juru bicara, dan penutur sejarah. Koten sebagai pimpinan pemerintahan dan suku lainnya berperan sebagai warga biasa.
Tidak banyak literatur yang menjelaskan kehadiran benteng tersebut, termasuk tahun pembangunan, dimulai oleh siapa, serta dari mana Portugis mendapatkan pasir dan semen.
Antropolog Jerman, Paul Arndt (1886-1962), antara lain, menyebutkan benteng itu didirikan 1555-1603 dibawa kekuasaan raja Portugis Henricus XVII sehingga disebut juga ”Port Henricus”. Di dalam benteng terdapat sebuah katakombe dengan satu unit kamar yang belum bisa dibuka sampai hari ini.
Misi Katolik di Flores dan Timor dimulai dari Solor sehingga dalam literatur tua gereja Katolik disebutkan ”Misi Solor”. Sebutan ini diperkuat dengan sejumlah peta tua tentang pulau-pulau di ujung timur Flores, disebut Kepulauan Solor dan Selat Solor. Padahal, Solor jauh lebih kecil (tiga kecamatan) dibandingkan dengan Pulau Adonara (tujuh kecamatan) dan Pulau Lembata (14 kecamatan).
Meninggalkan benteng
Sekretaris Daerah Flores Timur Anton Matutina mengatakan, sekitar tahun 1600, Portugis meninggalkan benteng itu karena terus mendapat serangan dari penduduk lokal, yang masih primitif. Portugis kemudian bergeser ke Larantuka dan sebagian melanjutkan perjalanan ke Sikka.
Mengenai penduduk yang sedang berdiam di Lohayong saat ini, ia mengatakan, mereka itu datang kemudian dengan status sebagai nelayan. Mereka memanfaatkan sebuah dermaga yang dibangun Portugis dan masih layak dipakai sampai 1800-an.
Kepala Desa Lohayong II Thahir Kasim mengatakan, benteng itu berukuran 52 x 36 meter. Didirikan bangsa Portugis sekitar 1557 bertujuan melindungi diri dari serangan penduduk lokal yang telah menganut agama Islam.
”Kalau Belanda mengusir Portugis tentu penduduk di Lohayong ini beragama Protestan, tetapi faktanya menganut agama Islam. Siapa yang mengusir Portugis dari Lohayong, kita akan diskusi bersama ahli sejarah dan sejumlah tokoh Katolik tentang hal ini untuk mencari kebenaran sejarah,” kata Thahir.
Peziarah ”Semana Santa”
Sekretaris Desa Lohayong II Abdullah Imran menuturkan, setiap tahun, sekitar 500 orang mengunjungi benteng itu. Mereka kebanyakan peziarah ”Semana Santa”, Jumat Agung di Larantuka, dan para turis mancanegara.
Sesuai peraturan Desa Lohayog, pengunjung dikenai pungutan Rp 25.000 per pengunjung lokal dan Rp 100.000 per pengunjung asing. Namun, Imran tidak menjelaskan manfaat pungutan itu. Kondisi benteng sendiri dalam keadaan hancur, porak poranda.
Banyak peneliti benteng heran dengan kondisi reruntuhan benteng. Meski campuran beton sudah 500-an tahun silam, bongkahan beton itu tidak mudah hancur. Pasir dan semen atau campuran bahan memiliki cekatan (rekatan) yang sangat kuat.
”Peneliti dari Jerman coba menguyah campuran itu untuk mengetahui apakah terasa asin atau tidak, tetapi rasanya biasa saja. Mereka bahkan membawa sedikit campuran ke negara asal untuk penelitian lebih lanjut,” kata Imran.
Nilai religius
Putra Solor yang juga Pastor Paroki Baniona, Rm Silvester Siku Pr, mengatakan, benteng Henricus di Lohayong merupakan salah satu peninggalan Portugis yang diyakini sebagai tempat bersejarah yang memiliki nilai religius. Di dalam benteng itu sekitar delapan pastor dari kongregasi Dominikan dibunuh penduduk asli. Mereka adalah martir dalam mewartakan agama Katolik.
Benteng ini sebagai bagian dari rangkaian ziarah rohani ”Semana Santa”, Jumat Agung di Larantuka, selain gereja tua di Wure, Adonara. Sangat disayangkan kalau benteng itu berada di lokasi yang tidak nyaman bagi para peziarah.
”Mempertahankan Misi Solor sebagai cikal bakal agama Katolik tumbuh dan berkembang di seluruh daratan Flores sampai Timor Leste, sebaiknya dibangun sebuah taman doa rohani di Solor. Para peziarah diarahkan ke tempat itu,” kata Silvester

Sumber : http://travel.kompas.com/read/2012/10/22/20372773/Benteng.Lohayong.Cikal.Bakal.Misi.Portugis.di.Flores.#

Biodata Diri

nama saya ahmad ruziq biasa di panggil zek hoby saya sepak bola dan makanan kesukaan saya adalah masakan ibu saya dan saya to saya lulusan pondok budi utomo (smabu) jombang saya belajar di pondok tiga tahun dan saya bisa berbahasa arab sangat lancar(insyaallah tapi)... sekian terima kasih... kalo mau tau lebih lanjut langsung ketemu orang nya yang disini. .

Kamis, 23 Juni 2016

Larantuka

Larantuka adalah ibu kota Kabupaten Flores Timur dengan populasi penduduk + 33,000 orang. Kota yang terletak di sepanjang pesisir pantai ini memiliki beberapa daya tarik wisata yang dapat dikunjungi seperti : keindahan panorama teluk Mokantarak, pemandian air panas Mokantarak, pulau Waibalun, wisata religius Semana Santa, dan pemandangan kesibukan aktivitas keseharian penduduk kota.
Terdapat fasilitas pelayan umum seperti perbankan, internet, akomodasi, rumah makan, rumah sakit, agen perjalanan, pusat penyewaan mobil atau sepeda motor, pelabuhan udara, pelabuhan laut, stasiun kendaraan dan lain-lain.
Anda dapat menikmati kuliner lokal jagung titi dan kue rambut khas Larantuka. Disini anda juga dapat menelusuri sudut-sudut religius Kota Larantuka seperti Gereja Katedral larantuka yang megah, Patung Mater Dolorosa, Taman Kota Larantuka dan memandang luasnya laut serta indahnya pantai-pantai yang mempesona.

Sumberhttp://tourism.nttprov.go.id/objek/432-kota_larantuka